Pages

Friday, September 21, 2012

Buruh Anak di Purbalingga Bagaikan Bom Waktu

JUM'AT, 21 SEPTEMBER 2012

http://www.tempo.co/read/news/2012/09/21/058430946/Buruh-Anak-di-Purbalingga-Bagaikan-Bom-Waktu


TEMPO.CO , Purbalingga: Meski belum ada angka pasti, jumlah pekerja anak-anak yang masuk dalam usia wajib belajar sembilan tahun di Purbalingga diperkirakan terus mengalami kenaikan. Jika tak segera ditangani, masalah tersebut dikhawatirkan akan menjadi bom waktu. “Pengembangan sumber daya manusia di Purbalingga bisa terhambat,” kata Wakil Bupati Purbalingga, Sukento Ridho, Kamis, 20 September 2012.

Ia mengatakan, selama ini banyak anak putus sekolah yang memilih bekerja di plasma industri rambut dan bulu mata palsu Purbalingga. Industri plasma merupakan industri rumahan penyokong puluhan industri besar yang ada di Purbalingga.

Menurut dia, Kabupaten Purbalingga akan membahas masalah tersebut agar tingginya angka putus sekolah usia SLTP bisa dikurangi. “Secepatnya akan kami bahas, sebab kalau tidak bisa menjadi bom waktu,” kata dia.

Ia mengatakan, pihaknya tidak bisa begitu saja meminta industri rambut dan bulu mata palsu di wilayahnya untuk menghentikan model plasma dalam memenuhi kebutuhan produksinya. Dia menyebutkan kontribusi industri rambut dan bulu mata palsu, secara tidak langsung telah memberi kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi daerah.

''Bahkan selama ini, Purbalingga telah diidentikkan sebagai penghasil rambut dan bulu mata palsu, selain juga dikenal sebagai daerah industri knalpot dalam negeri,'' katanya.

Menurut Sukento, keberadaan industri plasma pembuat rambut dan bulu mata palsu, juga telah banyak memberi keuntungan bagi masyarakat. Dengan sifat industrinya yang cenderung padat karya, maka tenaga kerja yang terserap dalam sektor industri tersebut juga menjadi cukup besar.

''Dengan keberadaan plasma-plasma tersebut, maka masyarakat di pedesaan bisa mendapat penghasilan tambahan di luar hasil pertanian yang mereka budidayakan. Yang jadi persoalan sekarang, adalah bagaimana mengeliminasi dampak negatifnya agar plasma-plasma tersebut tidak mempekerjakan anak-anak usia sekolah,'' kata dia.

Menurut dia, masalah pendidikan bagi anak-anak usia sekolah, tetap harus mendapat perhatian utama. Apalagi, hanya sebatas untuk wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun. ''Kalau kelak banyak SDM Purbalingga yang sekolah di tingkat SMP saja tak tamat, tentu hal ini akan sangat merugikan Purbalingga. Untuk itu, kita menaruh perhatian sangat serius pada masalah ini,'' katanya.

Ketua Dewan Pendidikan Purbalingga Sudino mengatakan, di Purbalingga masih tinggi angka putus sekolah. Hanya saja ia mengaku lupa berapa angka putus sekolah di daerah itu. “Saya akui, tingginya angka putus sekolah di kalangan anak usia SMP, karena mereka memilih bekerja di plasma-plasma industri rambut dan bulu mata palsu,” kata dia.