Pages

Saturday, December 13, 2014

Potongan Rambut Seharga Rp 1,5 Juta Per Kilogram

Potongan Rambut Panjang Laku Dijual Rp 1,5 Juta Per Kilogram 

13/12/2014, 20:08 WIB 

Siang itu, Jumat (12/12/2014) kemarin, Gugun Sutedjo (53), duduk di hadapan dua drum besar di Salon Aken, Jalan Pahlawan, Kota Bandung. Kemudian, dia menggulingkan satu per satu drum dan mengeluarkan gumpalan rambut-rambut di dalamnya. 

Ada yang basah, ada yang kering. Sambil memilah-milah panjang pendeknya rambut, dia bercerita tentang kampungnya di Mangunnegara, Purbalingga, Jawa Tengah. 

"Kalau di kampung saya hampir rata-rata jadi pengumpul rambut. Biasanya buat wig, bulu mata palsu, atau jenggot dan jambang palsu," ujar Gugun. Lalu, mengapa Gugun tertarik mengumpulkan potongan rambut? 

Ternyata, sisa potongan rambut manusia di salon-salon kecantikan yang biasanya dianggap remeh ternyata punya nilai jual tinggi. Oleh karena itu, dia rela meninggalkan profesi sebelumnya sebagai tukang baso dan beralih menjadi seorang pengumpul rambut bekas. 

Dalam satu hari, dari beberapa salon di seputaran Jalan Suci dan Dago, dia bisa mengumpulkan sekira 4-5 kilogram rambut. "Saya beli dari salon satu kilonya Rp 50.000," ungkapnya. Setelah terkumpul sekira 20 kilogram, Gugun akan pulang ke kampungnya di Purbalingga untuk menjual potongan rambut tersebut. 

Dalam seminggu, dia mengaku bisa pulang dua kali. Gugun tidak mengatakan berapa harga jual kembali per kilogram rambut. 

Namun, sekali jual ke pabrik pengolahan rambut untuk dijadikan aneka rambut imitasi di Purbalingga, dia mendapat keuntungan bersih Rp 700.000. Artinya, dalam seminggu dia bisa mendapatkan uang minimal Rp 1,4 juta. 

"Paling minimal rambut 15 sentimeter. Kalau di bawah itu harganya murah. Saya tidak ambil dari pangkas rambut laki-laki," tuturnya. Gugun membongkar sedikit rahasia tentang jenis rambut yang memiliki harga jual paling tinggi. 

Jika panjang potongan rambut mencapai 70 sentimeter atau lebih, sambungnya, harga jualnya bisa mencapai Rp 1,5 juta per kilogramnya. Masih ada lagi, kalau ada orang yang mau jual rambut yang rontok karena disisir, dia bahkan berani membayar Rp 500.000 per kilogram. 

Gugun tidak mau asal terima rambut. Jika diluar salon, dia tidak akan mau membeli kalau asal usul rambut tersebut tidak jelas. "Ya saya harus tanya dulu asal-usul rambutnya. Takutnya malah rambut palsu juga," bebernya.


Sumber :

https://regional.kompas.com/read/2014/12/13/20085831/Potongan.Rambut.Panjang.Laku.Dijual.Rp.1.5.Juta.Per.Kilogram.

Friday, December 12, 2014

Bisnis Potongan Rambut

Bisnis Jual Beli Potongan Rambut yang Menggiurkan

Jumat, 12 Des 2014 19:44 WIB


Pemotongan rambut secara misterius di Angkot membuat waswas warga Bandung. Kriminolog Unpad Yesmil Anwar menduga motif pelaku karena faktor ekonomi. Ia menduga pelaku menjual potongan rambut itu ke penadah untuk produksi wig. Bagaimana sebenarnya bisnis jual beli potongan rambut ini?


Sambil berjongkok, Gugun Sutedjo (53) terlihat tekun memisah-misahkan tumpukan rambut dalam sebuah tong. Yang menurutnya bisa digunakan, ia pisahkan ke dalam karung yang telah dipersiapkan.


Gugun merupakan seorang pengumpul potongan rambut. Sehari-hari ia berkeliling ke salon-salon untuk membeli rambut hasil potongan para tamu.



ADVERTISEMENT


Image parallax1

SCROLL TO RESUME CONTENT



"Satu kilogram rambut saya beli Rp 50 ribu untuk yang panjangnya biasa," katanya saat ditemui di Salon Aken, Jalan Pahlawan, Jumat (12/12/2014).


Rambut-rambut yang ia kumpulkan tersebut kemudian akan disetorkan pada pabrik rambut palsu atau wig di kampung halamannya di Purbalingga.


Di sana, satu kilogram rambut dihargai sampai Rp 700 ribu. Apalagi jika panjang rambut di atas 50 cm, bisa dihargai jutaan rupiah.


"Yang panjangnya 70 cm bisa sampai Rp 2 juta satu kilogram," katanya.


Dalam sepekan, Gugun bisa pulang dua kali ke kampungnya untuk menyetor rambut.


"Setiap pulang bisa bawa minimal 1 kilogram lah," tutur Gugun yang memiliki bisnis ayam goreng di kampungnya itu.


Ia baru 4 bulan bekerja mengumpulkan rambut, sebelumnya ia berprofesi sebagai tukang bakso.


Rambut-rambut yang dikumpulkan Gugun itu biasa dibuat sanggul, wig atau jenggot palsu.


Kakak beradik di Bandung mengalami kejadian tak mengenakan saat naik Angkot Jurusan Sadangserang-Stasiun Hall. Rambut Selly (17) tiba-tiba terpotong pada 9 November lalu dan adiknya Kiki (14) pada 10 Desember kemarin.


Keduanya tidak menyadari saat rambut mereka dipotong. Pelakunya diidentifikasi orang yang sama. Seorang pemuda mengenakan pakaian rapi. Membawa tas ransel, menggunakan polo shirt, celana jeans dan sepatu kets.


Si pemuda itu membuat Selly dan Kiki tak nyaman. Ia tersenyum genit dan merapatkan duduknya. Akhirnya Selly maupun Kiki duduk menyerong dan membelakangi si pemuda itu. Kuat dugaan saat itulah rambut Selly dan Kiki yang panjangnya hampir sepinggang itu dipotong.


Sumber :

https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-2776186/bisnis-jual-beli-potongan-rambut-yang-menggiurkan

Friday, November 21, 2014

Buruh Tuntut Ganjar Batalkan Upah Minimum

Jumat, 21 Nov 2014 20:58:52  WIB
Pewarta: Wisnu Adhi Nugroho

Semarang, Antara Jateng - Sejumlah serikat buruh yang ada di Provinsi Jawa Tengah meminta Gubernur Ganjar Pranowo membatalkan penetapan upah minimum kabupaten/kota 2015, karena dinilai tidak membela kepentingan para pekerja.

"Gubernur terlalu membela para pengusaha, dan tidak menunjukkan sikap yang mendukung para buruh, sehingga peraturan gubernur tentang UMK harus dibatalkan," kata Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Nasional Nanang Setiyono di Semarang, Jumat.

Menurut dia, penetapan UMK 2015 di 35 kabupaten/kota oleh Gubernur Jateng tidak mempertimbangkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

"Padahal komponen-komponen yang digunakan dalam survei kebutuhan hidup layak itu sangat terpengaruh dengan kenaikan harga BBM," ujarnya.

Nanang juga meminta kepada anggota DPRD Jateng untuk memperjuangkan hak-hak para buruh sebagai warga negara yang berhak untuk hidup layak.

Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengakui bahwa terkait dengan pada penetapan UMK 2015 pasti ada pihak-pihak yang tidak bisa menerima sepenuhnya.

"Saya paham betul jika ada yang tidak 'sreg' tapi inilah hasil optimal yang bisa dicapai dari seluruh komunikasi dan demokratisasi dalam penyusunan UMK 2015," kata politikus PDI Perjuangan itu.

Ia menjelaskan bahwa penetapan UMK pada 35 kabupaten/kota di Jateng 2015 itu tertuang dalam Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 560/85 Tahun 2014 tertanggal 20 November 2014.

Menurut dia, proses penetapan UMK 2015 berdasarkan kebutuhan hidup layak, memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi, memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi, serta kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

"Rata-rata UMK 2015 mengalami kenaikan sebesar 14,96 persen atau Rp157.929, dan 31 kabupaten/kota sudah 100 persen kebutuhan hidup layak, sedangkan sisanya yaitu Kabupaten Grobogan, Kota Magelang, Kabupaten Cilacap wilayah kota, barat dan timur, serta Kabupaten Tegal belum mencapai KHL," ujarnya.

Seperti diwartakan, UMK 2015 Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap wilayah barat yang telah ditetapkan sebesar Rp1.100.000 menjadi yang terendah di provinsi setempat jika dibandingkan dengan daerah lainnya, sedangkan UMK tertinggi di Kota Semarang dengan Rp1.685.000.

Sementara itu, anggota DPRD Jateng Hasan Asy'ari berpendapat bahwa upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2015 di provinsi setempat, idealnya mengalami kenaikan sebesar lima persen guna memenuhi kebutuhan para buruh.

"Dua persen itu menurut saya masih kecil, idealnya naik lima persen, tapi bukan berarti saya menentang kebijakan gubernur," katanya saat dihubungi terpisah.

Ia mengungkapkan bahwa kalangan DPRD Jateng telah menyampaikan beberapa masukan kepada Gubernur Jateng Ganjar Pranowo terkait dengan penetapan UMK 2015.

"Kami minta gubernur memasukkan sekitar 60 item pada pasal-pasal peraturan gubernur sesuai dengan peraturan Menteri Tenaga Kerja dan yang paling mendasar adalah penentuan UMK harus sinergi dengan survei kebutuhan hidup layak (KHL)," ujarnya.

Menurut dia, ada sejumlah komponen survei yang cukup penting dalam penetapan UMK 2015 di Jateng yaitu waktu survei yang dilakukan Januari-Desember, standarisasi produk, dan keterlibatan pihak-pihak untuk menentukan komponen KHL.

"Unsur dari serikat pekerja juga dilibatkan dalam survei KHL agar pekerja tidak hanya jadi objek yang diatur pihak lain tapi serikat buruh juga terlibat dalam menentukan nasib mereka," kata politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu.

Berikut rincian UMK di Jateng, Kota Semarang Rp1.685.000, Kabupaten Demak Rp1.535.000, Kabupaten Kendal Rp1.383.000, Kabupaten Semarang Rp1.419.000, Kota Salatiga 1.287.000, Kabupaten Grobogan Rp1.160.000, Kabupaten Blora Rp1.180.000.

Kabupaten Kudus Rp1.380.000, Kabupaten Jepara 1.150.000, Kabupaten Pati Rp 1.176.500, Kabupaten Rembang Rp1.120.000, Kabupaten Boyolali Rp1.197.800, Kota Surakarta Rp1.222.400, Kabupaten Sukoharjo Rp1.223.000, Kabupaten Sragen Rp1.105.000, Kabupaten Karanganyar Rp1.226.000, Kabupaten Wonogiri Rp1.101.000, Kabupaten Klaten Rp1.170.000, Kota Magelang Rp1.211.000, Kabupaten Magelang Rp1.255.000.

Kabupaten Purworejo Rp1.165.000, Kabupaten Temanggung Rp1.178.000, Kabupaten Wonosobo Rp1.166.000, Kabupaten Kebumen Rp1.157.500, Kabupaten Banyumas Rp1.100.000, Kabupaten Cilacap wilayah kota Rp1.287.000, Kabupaten Cilacap wilayah timur Rp1.200.000, Kabupaten Cilacap wilayah barat Rp1.100.000, Kabupaten Banjarnegara Rp 1.112.500.

Kabupaten Purbalingga Rp1.101.600, Kabupaten Batang Rp1.270.000, Kota Pekalongan Rp1.291.000, Kabupaten Pekalongan Rp1.271.000, Kabupaten Pemalang Rp1.193.400, Kota Tegal Rp1.206.000, Kabupaten Tegal Rp1.155.000, Kabupaten Brebes Rp1.166.550.

Monday, August 25, 2014

Siswa Memilih "Ngidep"

25 Agustus 2014

http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2014/08/25/271297/10/Siswa-Memilih-Ngidep


Purbalingga diidentikkan sebagai kabupaten penghasil rambut dan bulu mata palsu kelas dunia. Keberadaan industri tersebut secara tidak langsung memberi kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Dengan industri padat karya, tenaga kerja yang terserap cukup besar. Bahkan  perusahaan juga menyokong  investasi industri di Indonesia.

Berdasarkan penelitian Lem¬baga Penelitian, Pengem¬bangan Sumber Daya dan Lingkungan Hidup (LPPSLH), sejumlah perusahaan itu di Pur¬balingga menyumbang 56,1% total investasi industri secara nasional.
Ribuan lowongan kerja di perusahaan dan plasma tersebut dibuka tiap hari tanpa syarat ketat, tidak melihat usia ataupun ijazah. Tidak mengherankan, ngidep (bekerja membuat bulu mata palsu) menjadi ’’cita-cita’’ sebagian be¬sar penduduk muda di Purbalingga.

Di sisi lain lapangan kerja padat karya tersebut justru menjadi bumerang bagi dunia pendidikan. Pesatnya plasma industri rambut dan bulu mata palsu hingga pelosok desa terpencil, memengaruhi minat melanjutkan sekolah, baik lulusan SD/MI maupun SMP/MTs.

Gejala tersebut dirasakan cukup lama oleh pemkab. Tahun 2011, 6,55% lulusan SD/MI tidak melanjutkan ke jenjang berikutnya, dan 42,5% untuk lulusan SMP/MTs (Pikiran Rakyat Online, 15 /7/11).
Ke mana mereka? Meskipun belum ada yang meneliti resmi, beberapa pengamat pendidikan beberapa waktu lalu menyinyalir selama ini banyak anak putus sekolah memilih  bekerja di plasma industri rambut dan bulu mata palsu. (http://www.tempo.com, 21 /9/12).

Realitas itu kembali terjadi akhir-akhir ini. Banyak sekolah di Purbalingga kekurangan murid baru dan kuota tak terisi 100% (SM, 18/7/13). Disinyalir, mereka yang tidak melanjutkan sekolah lebih memilih ngidep. Kondisi ini tentu membuat prihatin berbagai pihak.

Bahkan tidak hanya itu. Keberadaan plasma di pelosok juga memicu tingginya angka putus sekolah. Banyak siswa yang sudah duduk di SMP/MTs mengambil keputusan meninggalkan sekolah dan lebih memilih ngidep.

Keberadaan plasma industri rambut dan bulu mata akan menjadi  bom wak¬tu. Jika semakin banyak warga yang hanya lulus SD atau SMP  maka Pur¬balingga akan kekurangan tenaga ahli dan mutu SDM akan rendah. Mereka hanya bisa menjadi buruh bergaji kecil. Bisa dibayangkan, kondisi Purbalingga beberapa puluh tahun ke depan.

Perlu mencari solusi yang menguntungkan berbagai pihak. Upaya mendesak adalah memperbaiki persyaratan calon pekerja. Saat ini untuk menjadi pengidep di plasma rambut boleh dikatakan tanpa syarat. Mereka tak harus memiliki ijazah, telah mencapai usia tertentu, atau berpengalaman. Tidak heran banyak lulusan SD dan SMP yang tergolong usia anak dapat dengan mudah bekerja.

Pemkab perlu mengatur tentang syarat usia dan ijazah minimal. Din¬sosnakertrans perlu membuat kebijakan tentang pekerja di plasma dan menindak tegas andai memperkerjakan anak. Bertolak dari program Wajib Belajar 9 Tahun, seyogianya untuk bekerja di plasma minimal berijazah  SMP/sederajat. Lebih baik lagi jika mendukung program pendidikan universal hingga minimal SMA-/sederajat.

Bagi usia sekolah yang sudah terlanjur bekerja di plasma perlu diberi kesempatan meningkatkan pendidikan. Hal ini dapat dilakukan dengan membuka kelompok belajar paket B dan A di sekitar plasma. Sebagai pencegahan agar lulusan SD dan SMP memilih melanjutkan sekolah dan bukan ngidep, pemerintah dapat memberdayakan masyarakat ekonomi mampu untuk menjadi orang tua asuh.

Program Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GNOTA) atau sejenisnya yang dapat membantu mereka dari kesulitan ekonomi untuk tetap sekolah dapat digiatkan kembali. Jika semua usaha itu terealisasi, niscaya Purba¬lingga akan terhindar dari keterpurukan SDM. (10)         

Thursday, June 12, 2014

Wig Produksi Kota Banjar Incaran Selebritis Dunia

12/06/2014 0 Comments

Pekerja PT. Sung Chang Cabang Kota Banjar, tampak tengah mengerjakan proses awal pembuatan rambut palsu. Pekerjaan tersebut memerlukan ketelitian dan keuletan. Foto: Eva Latifah
Banjar, (harapanrakyat.com)

Siapa sangka rambut palsu/wig yang biasa dipakai oleh selebritis tanah air maupun mancanegara, proses awalnya diproduksi di Kota Banjar.

Industri rambut palsu/wig mulai muncul di Kota Banjar pada tahun 2003. Lokasi industri wig itu tepatnya di Jl. Husen Kartasasmita, No. 212, Dusun Warung Buah, RT. 26, RW. 13, Desa Neglasari, Kecamatan Banjar, di dirikan oleh PT. Sung Chang Indonesia.

Namun, kala itu pekerjanya masih dalam tahap pelatihan. Jumlahnya pun kurang dari 100 orang, dan tempat yang digunakan masih mengontrak di Aula Desa Situbatu, Kecamatan Banjar.
PT Sung Chang Indonesia, dikenal sebagai perusahaan rambut palsu terbesar di Purbalingga, dan mungkin juga di Jawa Tengah dan Indonesia.

Selain mempunyai 2 pabrik di Purbalingga, PMA Korea Selatan ini, membuka cabangnya di Kota Banjar, Jawa Barat, dan Wates, Kabupaten Kulonprogo, DI Yogyakarta.
Pabrik pembuat rambut palsu ini mulai beroperasi dan menempati bangunan pabrik milik PT. Sung Chang sendiri pada bulan Maret 2011.

Menurut Bagian Personalia PT. Sung Chang Indonesia Cabang Kota Banjar, Ugi Suhara, alasan dipilihnya Banjar sebagai lokasi pabrik PT. Sung Chang untuk wilayah Priangan Timur, lantaran Upah Minimum Kota (UMK) di Banjar relatif terjangkau nilai investasi.

“Sebelumnya sudah survey ke Tasik dan Ciamis. Tadinya mau di Ciamis, cuma lebih cocok di Banjar,” ujar Ugi, kepada HR, Senin (09/06/2014).

Saat ini jumlah pekerja telah mencapai 530 orang, dan sebagian besar merupakan kaum perempuan. Mereka berasal dari daerah sekitar, namun banyak pula pekerja yang berasal dari luar Banjar, seperti Cimaragas, Cisaga, dan Pamarican, Kab. Ciamis.

Pembuatan wig di PT. Sung Chang Indonesia Cabang Kota Banjar ini hanya knetting, atau proses paling awal. Sehingga, dalam pengerjaannya membutuhkan keuletan, ketelitian dan ketekunan, karena dikerjakan secara manual dari jam 07.30-15.30 WIB.

Perempuan dianggap lebih teliti dan tekun, agar hasil yang diperoleh bisa sempurna. Sedangkan proses finishing dikerjakan di pabrik pusat, yakni di Purbalingga.

Adapun alat-alat yang digunakan yaitu patung kepala terbuat dari kayu, jaring, jarum dan stik, yaitu alat untuk mengikat rambut. Bahan bakunya menggunakan berupa rambut sintetis diimpor dari Jepang dan Korea.

Dalam satu minggu pengiriman dilakukan dua kali, yaitu setiap hari Rabu dan Sabtu. Saat ini, seluruh pabrik Sung Chang memproduksi sekitar 1,4 juta wig per-tahun, kebanyakan diekspor ke AS, Kanada, dan Prancis. (Eva Latifah/Koran HR)

Monday, June 2, 2014

Bulu Mata Purbalingga Menyihir Dunia

Senin, 2 Juni 2014 | 15:18 WIB

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/06/02/1518008/Bulu.Mata.Purbalingga.Menyihir.Dunia


Proses pembuatan bulu mata di pabrik Best Lady, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, Rabu (6/5/2014).

KOMPAS.com - Tak ada yang menyangkal lentik bulu mata bintang pop dunia seperti Madonna dan Katy Perry telah menyihir dunia. Begitu juga mata Olga Lydia dan gadis-gadis Cherrybelle. Kelentikan itu diproduksi di kota kecil Purbalingga, Jawa Tengah.

Bulu mata palsu, bagi presenter Olga Lydia, merupakan elemen penting penampilan. Tanpa bulu mata palsu, dia merasa ada sesuatu yang kurang. Olga mengenal bulu mata palsu sejak terjun ke dunia model. Bagi dia, bulu mata palsu membantu meminimalkan kekurangannya. ”Bulu mata saya, kan, kurang banyak, jadi harus dibantu dengan menggunakan bulu mata palsu,” ujarnya.

Meski begitu, tidak mudah menemukan bulu mata palsu yang sesuai dengan keinginannya. Beberapa syarat bulu mata yang pas bagi Olga adalah ringan, nyaman dipakai, dan dapat digunakan dalam setiap kesempatan, baik siang maupun malam.

”Kadang memakai bulu mata palsu bisa membuat mata merah. Apalagi kadang ada yang sampai harus didobel-dobel segala pakainya, jadinya berat. Akibatnya, mata menjadi merah,” kata Olga.

Bulu mata palsu yang seperti itu sangat dihindari oleh Olga. Sebab, meski memakai bulu mata palsu, dia ingin tetap dapat membaca buku dengan durasi yang cukup lama. ”Kalau bulu matanya berat, mau berlama-lama membaca jadi susah,” ujar Olga.

Begitu pula bagi presenter televisi Hilyani Hidranto, bulu mata merupakan elemen penting penampilan, terutama saat dia muncul di layar kaca. ”Bulu mata saya sudah cukup panjang, sih. Namun, jika untuk keperluan shooting, tetap perlu memakai bulu mata palsu. Jadi, kelihatannya lebih ngoook gitu. Maksudnya, lebih kelihatan di kamera,” ujar Pemenang Wajah Femina tahun 2007 ini seraya terkekeh.

Menghidupi rakyat

Bulu mata palsu menghidupi ribuan warga Purbalingga. Salah satunya adalah Khotik (36). Ini adalah pekerjaan yang rumit. Saat ditemui Kompas, Kothik sedang mencabut tiga helai rambut dari kumpulan potongan rambut yang terbungkus kertas. Ia lalu menekuk ketiga helai rambut itu dan memegangnya dengan tangan kiri. Dengan bantuan alat di tangan kanannya, rambut itu dipasang pada seutas benang yang ujung-ujungnya terikat dengan paku. Dengan gerakan sigap, ketiga helai rambut itu sudah terikat dalam satu simpul di benang tersebut.

Gerakan-gerakan ini ia ulangi sambil mengatur jarak antarsimpul. Dalam jarak 1 sentimeter (cm), ia harus memasang 30 simpul rambut di benang. Total ia harus memenuhi jarak 3,3 cm dengan simpul-simpul rambut sebagai cikal bakal bulu mata. Pekerjaan yang terkesan sederhana, tetapi sebenarnya tidak mudah dilakukan, terutama bagi pekerja baru.

Ini baru satu tahap. Ada lebih dari 10 tahapan untuk membuat sepasang bulu mata, mulai dari membersihkan rambut, menyortir, mewarnai, menautkan, memotong, melentikkan, membentuk, hingga mengepak. Sebagian besar dikerjakan oleh perempuan, baik di pabrik maupun rumah-rumah dalam konsep plasma yang tersebar di Purbalingga.

Siti (45), warga Desa Limbangan, Kecamatan Kutasari, kebagian pekerjaan menggunting bakal bulu mata. Simpul-simpul yang telah tersusun kemudian dibentuk dengan cara menggunting satu demi satu helai rambut. Misalnya, jika dalam satu simpul terdiri atas lima helai, Siti akan menggunting helai pertama
dan kelima seperempat helai teratas yang panjangnya 1 cm. Helai kedua dan kelima dipotong
separuhnya. Helai ketiga dibiarkan. Ada ratusan model dan bentuk dalam dunia bulu mata palsu.
Upah

Khotik, yang tinggal di Desa Pengadegan, Kecamatan Pengadegan, mendapat upah Rp 333 untuk setiap bulu mata yang dibuatnya, sementara Siti menerima upah Rp 285 per buah. Ini jika pekerjaan keduanya dianggap sempurna. Jika tidak, bulu mata harus diperbaiki atau mereka tidak dibayar.

Jika tingkat kesulitan lebih tinggi, pekerjaannya dihargai sedikit lebih mahal. Namun, bukan berarti keduanya lalu giat mengejar setoran. ”Kalau dulu bisa kerja sampai pukul 22.00, sekarang mblenger, empat jam juga sudah berhenti,” kata Khotik yang mulai membuat bulu mata sejak 18 tahun lalu.

Ada ribuan perempuan lain di Purbalingga yang menggerakkan roda usaha bulu mata, baik skala rumahan maupun pabrik. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Purbalingga mencatat, ada 33 industri bulu mata palsu di Purbalingga dengan 18 industri di antaranya adalah usaha penanaman modal asing. Ini ditambah ratusan plasma yang bekerja sama dengan industri besar. Tidak kurang 50.000 tenaga kerja lokal terserap ke sektor ini.

”Bicara bulu mata, hampir semua yang beredar di Amerika Serikat, Eropa, hingga Afrika berasal dari Purbalingga meski kemudian diberi merek oleh perusahaan rekanan di sana,” ujar Audrie Sukoco, Presiden Direktur PT Bintang Mas Triyasa (BMT), pabrik bulu mata di Kelurahan Mewek, Kecamatan Purbalingga.

Tidak heran jika produk bulu mata tiruan dari Purbalingga tidak hanya dipakai selebritas Indonesia, tetapi juga artis-artis Hollywood, mulai dari generasi Madonna hingga Katy Perry. Artis yang terakhir ini menggunakan produk Eyelure, varian produk PT Royal Korindah, perusahaan bulu mata tertua di Purbalingga.

Banyak produsen kecantikan dunia juga menggunakan produk yang dihasilkan tangan-tangan cekatan perempuan Purbalingga, di antaranya L’OrĂ©al, Shu Uemura, MAC, Kiss, Make Up For Ever, dan Maybelline. Industri bulu mata di Purbalingga disebut-sebut hanya kalah besar dari industri sejenis di Guangzhou, Tiongkok.

Namun, untuk bulu mata berbahan baku rambut manusia, menurut sepengetahuan pemilik pabrik bulu mata PT Shinhan Creatindo, Yuni Susanawati, produk jenis itu hanya dihasilkan oleh Indonesia. Tiongkok hanya memproduksi bulu mata tiruan sintetis. Demikian pula produsen lain seperti Vietnam.

Dalam sebulan, rata-rata

10 juta pasang bulu mata tiruan dari Purbalingga dikirim ke seluruh penjuru dunia, seperti tercatat pada 2010. Nilai ekspornya pada tahun itu mencapai Rp 851,01 miliar. Kebutuhan pasar luar negeri sangat besar karena penggunaan bulu mata di sana menjadi kebutuhan sehari-hari.

Sayangnya, di dalam negeri pasar bulu mata belum begitu berkembang. Ini salah satu alasan BMT membangun merek sendiri dan menggandeng sejumlah artis terkemuka sebagai duta produknya, seperti Olga Lidya, Syahrini, dan Cherrybelle. Mereka ingin mengedukasi masyarakat tentang penggunaan bulu mata. Meski demikian, pendapatan utama BMT masih berasal dari ekspor ke sejumlah negara yang mencapai satu juta pasang per bulan. Semuanya dalam kemasan tanpa merek. Hal itu dilakukan hampir semua perusahaan lain.
Industri

Industri bulu mata mulai muncul di Purbalingga dengan kehadiran PT Royal Korindah (dulu Royal Kenny) pada 1967. Sang pemilik usaha, Hyung Sang Lee, memindahkan usaha bulu mata dari negaranya, Korea Selatan (Korsel), karena semakin ketatnya persaingan dan sulitnya mencari tenaga terampil.

Kesuksesan Royal Korindah diikuti berdirinya pabrik-pabrik baru yang dimiliki pengusaha Korsel lainnya. Pendirian itu mengajak mitra yang di kemudian hari membuka usaha sendiri. Pada tahun 2000-an, perusahaan lokal mulai berdiri.

”Pada tahun 1970-an, Purbalingga sudah dikenal dengan kerajinan berbahan baku rambut, seperti rambut sanggul. Selain itu, orang di sini juga dikenal tekun, sabar, teliti, dan terampil,” kata Budi Wibowo (54), pengusaha bulu mata lokal.

Uniknya, meski bulu mata palsu Purbalingga telah mendunia, para perempuan pembuatnya belum tentu ikut memakainya. Bahkan, tidak sedikit yang tidak mengetahui wujud jadi bulu mata tiruan. ”Jangankan pakai bulu mata palsu, lihat jadinya saja belum pernah,” kata Khotik terkikik.

Saturday, March 8, 2014

Hingga Februari, Rp 32,456 M Investasi Masuk Purbalingga

Sabtu, 08 Maret 2014

http://www.purbalingganews.net/index.php/purbalingga-news/577-hingga-februari,-rp-32,456-m-investasi-masuk-purbalingga


Empat Perusahaan Kantongi Rekomendasi BKPRD

PURBALINGGA, (PurbalinggaNews)  - Hingga akhir Februari lalu, tercacat sudah Rp 32,456 miliar nilai investasi yang masuk ke Kabupaten Purbalingga. Hal itu, diungkapkan oleh Kantor Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu (KPMPT), Mukodam  ditemui di ruang kerjanya, belum lama ini.
"Investasi tersebut berasal dari 73 unit perusahaan. Yang terdiri dari dua industri, 57 perusahanan perdagangan dan 14 perusahaan jasa," jelasnya.

Mukodam  menambahkan, tahun ini, KPMPT memiliki target investasi sebesar Rp 213,119 miliar. Target tersebut didasarkan atas pencapaian target Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diraih KPMPT tahun lalu.

Selain investasi yang masuk tersebut, hingga saat ini, KPMPT juga mencacat sudah ada empat perusahaan yang mendapatkan rekomendasi untuk beroperasi di Kabupaten Purbalingga dari Badan Koordinasi Penataan ruang daerah (BKPRD).

Perusahaan tersebut adalah PT Agrobuana Utama Lestari, yang bergerak di bidang fresh dan froozen chicken food, dengan nilai investasi Rp 7,8 miliar. PT Janu Putra Sejahtera, yang bergerak pada pembibitan ayam di Desa Grantung, Kecamatan karangmoncol, dengan nilai investasi yang belum diketahui.

PT Sentra Sarana Pancing, yang akan dibangun di Desa Jetis, Kecamatan Kemangkon dan perluasan pabrik PT Shopian Indonesia. Kedua perusahaan ini, juga masih belum diketahui berapa nilai investasinya.

Menurut Mukodam, diperkirakan empat perusahaan yang akan berdiri di Purbalingga tersebut bakal menampung lebih dari seribu pekerja. Diharapkan perusahaan tersebut bisa menampung pekerja laki-laki. Sebba, selama ini lapangan kerja untuk laki-laki di Purbalingga masih minim.

Sementara itu, dari data yang ada di Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Purbalingga, hingga kemarin, tercatat 1.860 pencari kerja. Hal itu, sesuai dengan data pemohon kartu kuning di kantor Dinsosnakertrans Purbalingga. JUmlah pencari kerja tersebut terdiri dari 688 laki-laki dan 1.172 wanita. (Humas/Hr)