Pages

Sunday, March 25, 2018

Menelusuri Asal Usul Industri Rambut Palsu di Purbalingga

Minggu 25 Maret 2018, 12:09 WIB

https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-3935454/menelusuri-asal-usul-industri-rambut-palsu-di-purbalingga


Purbalingga - Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah dikenal dengan industri rambut palsu yang disebut-sebut pertama di Indonesia. Sejarah awal mula adanya rambut sambung atau rambut palsu seperti sanggul, wig dan bulu mata itu dimulai di Desa Karangbanjar, Kecamatan Bojongsari sekitar tahun 1950-1951.

Orang yang memulai adalah eyang Tarmawi yang dikumpulkan dari potongan rambut itu menjadi sanggul. Rambut sanggul atau rambut tambahan itu kebanyakan digunakan saat hajatan pengantin.

Seiring berkembangnya waktu, semakin banyak pengantin yang meminta sanggul yang dibuat oleh eyang Tarmawi hingga terus berkembang secara turun temurun kepada anak-anaknya. Hingga saat ini semakin berkembang dan menjadi mata pencaharian tersendiri bagi warga Desa Karangbanjar.
Bahan rambut palsuBahan rambut palsu Foto: Arbi Anugrah/detikcom

Maryoto (77) merupakan generasi ke tiga dari keluarga eyang Tarmawi yang masih meneruskan usaha pembuatan sanggil. Saat ini menjadi sebuah industri besar di Purbalingga hingga bisa mendatangkan investor yang mau membangun pabrik rambut palsu di kabupaten tersebut.


"Dulu khusus untuk pengantin yang rambutnya tidak ada namannya bundis, untuk orang-orang yang jadi pengantin itu dikasih dan tidak diminta bayaran, lama-lama konsumen banyak," katanya.

Menurutnya dari eyang Tarmawi lalu turun ke Bu Mur anaknya eyang Tarmawi. Hanya berawal untuk pengantin, terus berkembang. "Bukan hanya untuk pengantin kemudian mulai sanggul Jawa tekuk dan berkembang jadi sanggul modern, sanggul cepol," kata Maryoto.

Karena semakin banyak orang yang mencari rambut untuk sanggul saat itu eyang Tarmawi kemudian mulai mencari bahan baku rambut mulai dari para tetangga sekitar hingga melebar hingga daerah lain. Bahkan pada tahun 1963-1964 di Purbalingga sempat ada pasar rambut yang khusus hanya menjual rambut sisa hasil pemotongan ataupun rambut yang terputus saat sisiran.
Baca juga: Keren! Bulu Mata Palsu dari Purbalingga Jadi Favorit di Italia

"Tahun 1963-1964 itu ada pasar rambut, sama seperti pasar ayam, tapi ini yang dijual hanya rambut. Sekarang sudah tidak ada, itu yang jualan orang dari berbagai daerah datang hanya untuk menjual rambut," ujarnya.

Peminat rambut untuk dibuat sanggul terus meningkat saat itu, hingga kerajinan membuat sanggul menurun ke anak-anak eyang Tarmawi. Kemudian para tetangga sekitar mulai melirik usaha itu dan mulai ikut membuat rambut palsu. Hingga kini sudah ada ratusan pengrajin di Desa Karangbanjar dan menjadi sentra kerajinan rambut di Purbalingga.

"Sampai sekarang semakin banyak orang Desa Karangbanjar yang membuat rambut, sekarang sudah ratusan pengusaha rambut," ungkapnya.

Sekitar tahun 1980, kata Maryoto mulai dilakukan ke Inggris yang melihat kualitas rambut dari Indonesia sangat baik. Hingga kini, Desa Karangbanjar menjadi sentra rambut untuk dipasok ke pabrik-pabrik pembuat wig dan bulu mata dari Korea yang masuk Purbalingga sekitar tahun 2000-an.

"Orang luar negeri tahu kalau rambut dari Indonesia itu bagus jadi kualitasnya tidak sama dengan India. Kemudian setelah ada pabrik wig, kami stok bahan baku rambut semi dan itu masih bahan baku belum jadi wig, pabrik yang ada disini bahan bakunya dari kami, jadi sini hanya kasih yang rambut semi, nanti yang memporses itu pabrik untuk jadi wig, jadi saat dikirim ke pabrik itu sudah bersih termasuk diwarnai, pabrik tinggal mengerjakan," jelasnya.
Warga membuat rambut palsuWarga membuat rambut palsu Foto: Arbi Anugrah/detikcom

Menurutnya kehadiran industri ditengah pengrajin rambut tradisonal sangat membantu karena semakin meningkat. {engrajin juga bisa meniru desain dari pabrik modern. Banyak karyawan yang keluar dari pabrik terus kerja di tempatnya dan mulai menerapkan model-model yang baru-baru.

"Jadi dia bawa ilmu, misalnya bulu mata, nganyam saja susah dari prsoses sampai finising," ungkapnya.

Ia menambahkan dalam 1 bulan, kebutuhan rambut untuk memenuhi pabrik bisa mencapai 5 kuintal. Rambut tersebut didapatkan dari kota di seluruh Indonesia. Untuk bisa mendapatkan rambut tersebut, ada dua sumber yakni dari tempat pemotongan rambut atau salon dan dari sisa rambut usai disisir yang dikumpulkan oleh pemilinya dengan panjang mulai 7 inci hingga terpanjang mencapai 52 inci.

Maryoto sendiri tetap bertahan dengan usaha keluarganya secara turun temurun yakni membuat sanggul. Saat ini dirinya dan sang istri dengan dibantu tiga karyawannya masih membuat produk sanggul seperti sanggul cepol, sanggul kecil, sanggul modern, sanggul tekuk, sanggul Jawa, wig, bulu mata dan lain-lain.

"Yang diproduksi sekarang bukan hanya untuk memenuhi bahan baku industri saja, tapi sudah ada yang bisa membuat wig, itu paling hanya 3-5 orang yang bisa membuat wig di desa ini. Sekarang penjualan lewat online juga banyak sekali dan sangat membantu sekali penjualan online," katanya.

Untuk harga produk yang dia buat sendiri, lanjut dia mulai jual dari wig sintetis seharga Rp 150 ribu. Sedangkan untuk wig dari rambut asli Rp 600 ribu-Rp 700 ribu, bulu mata dengan harga Rp 3.000 sepasang. Sedang sanggul biasa antara Rp 15-50 ribu untuk pasar Indonesia.
Baca juga: Akhirnya Sampah di Purbalingga Bisa Dibuang ke TPA

Salah satu pengrajin rambut tingkat home industri, Agus Santoso (50) yang sudah menggeluti usaha rambut sejak tahun 1999 ini menceritakan dirinya memasok lima buyer industri wig dan di kirim ke Turki.

"Untuk luar negeri dikirim ke Turki, biasanya minta barangnya yang sudah yang diproses semi dan diwarnai. Sebulan habis 2 kuintal rambut," katanya.

Kesulitan bahan baku rambut kadang sering dialaminya, biasanya bahan baku rambut sulit didapatkan ketika musim panen raya padi. Sebab kebanyakan para pencari rambut adalah para petani. Mereka akan bekerja di sawah dulu.

"Sulitnya saat masa panen raya padi, saya harus sampai ke Surabaya, Bali, Madura. Karena umumnya orang yang cari bahan baku itu petani," kata Agus.
ayap, cari lahan baru, makanya se Indonesia sudah saya datangi," ucapnya.

Dia mengungkapkan, usai mendapatkan rambut dari para pengepul rambut di berbagai kota baik rambut basah maupun kering, biasanya rambut tersebut harus dijemur dahulu karena dianggap rambut itu sangat riskan dan mudah rusak. Setelah kering proses selanjutnya rambut harus dikirab-kirab atau di jewer dalam bahasa mereka. Setelah itu baru direndam dalam minyak tanah selama satu malam dengan tujuan agar lebih mudah saat proses pelurusan karena rambut akan mengembang.

"Kalau tidak dikasih minyak tanah, ya
Proses pembuatan tambut palsuProses pembuatan tambut palsu Foto: Arbi Anugrah/detikcom
ng panjang bisa jadi pendek karena ikatannya sangat kencang, setelah direndam minyak tanah rambut yang panjang akan tetap panjang dan yang pendek akan tetap pendek. Setelah itu kita proses dicutat, digulung lalu kita kasih pelembab supaya prosesnya halus sedikit berat, karena rambut masih sehat jadi bisa menyerap vitamin seperti pelembab," ucapnya.

Kemudian proses selanjutnya masuk di proses pelurusan yang namanya digebug atau bahasa disasak. Setelah lurus rambut dapat dibuat lus atau setelah itu kita mau buat lus dari pendek hingga panjang dijadikan satu atau ritul dengan ukuran tertentu tergantung permintaan pasar.

"Untuk permintaan ritul itu bisanya dari permintaan 7, 8, 10 inci sampai 30 inci, paling pendek itu 7 inci, itu saja masih yang sampah-sampah masih laku kisaran Rp 25 ribu per kilogram untuk dibuat bulu mata. Sedangkan harga bervariasi ikuti ukuran paling pendek 7 inci itu harganya Rp 200 ribu per kilogram, paling panjang 30 inci itu Rp 8-10 juta per kilogram," pungkas dia.