Pages

Thursday, December 12, 2019

Kejayaan Rambut Palsu Indonesia di 40 Negara

Danang Nur Ihsan  12 Desember 2019

Banyaknya perminataan kebutuhan rambut palsu dan terbatasnya bahan baku sempat melahirkan pasar rambut di Karangbanjar, Purbalingga pada 1963.

JEDA.ID–Bicara rambut palsu di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peran ribuan ibu-ibu yang bekerja di industri rumahan di Purbalingga, Jawa Tengah dan Sidoarjo, Jawa Timur. Dua daerah inilah yang menjadi pusat produksi rambut palsu asal Indonesia yang sudah mendunia.

Tak tanggung-tanggung, rambut atau bulu mata palsu dari Purbalingga dan Sidoarjo ini sudah masuk level premium. Bila kalangan artis Tanah Air atau mancanegara mengenakan rambut atau bulu mata palsu merek Diva’s Wig atau Fair Lady, artinya itu buatan Purbalingga atau Sidoarjo.

Cerita rambut palsu di Purbalingga tak bisa lepas dari sosok Tarmawi yang tinggal di Desa Karangbanjar, Bojongsari. Era 1950-an, Tarmawi mengumpulkan potongan rambut untuk dibuat sanggul. Sanggul buatan Tarmawi ini ternyata laris manis saat hajatan pengantin.

Sanggul buatannya langsung berkibar karena harus memenuhi permintaan konsumen dari Purbalingga dan berbagai kota lain di Jawa Tengah sampai Jakarta. Awalnya dari sanggul Jawa tekuk kemudian berkembang ke sanggul modern sampai sanggul cepol.

Kemudian berkembang lagi membuat rambut sambung, rambut palsu, sampai jenggot palsu. Keterampilan itu kemudian menular ke beberapa orang di Desa Karangbanjar dan para perajin itu mulai membentuk home industry.

Banyaknya perminataan  dan terbatasnya bahan baku sempat melahirkan pasar rambut di Karangbanjar pada 1963. Pasar rambut itu selayaknya pasar tradisional yang menawarkan rambut sisa potong atau sisa sisiran rambut.

Penyedia bahan baku datang dari berbagai daerah di luar Purbalingga dan pengrajin sanggul membelinya. Namun, kini pasar rambut itu kini sudah tidak ada.

Sebagaimana dikutip dari indonesia.go.id, Rabu (11/12/2019), kini bahan baku disediakan pemasok lama dan pengepul rambut asal Karangbanjar.

Para pengepul rambut ini sebagian adalah petani. Jika musim tanam atau panen tiba, mereka tidak bisa mengumpulkan bahan baku rambut. Kini, bahan baku tidak hanya berupa potongan rambut asli namun juga bahan sintetis yang didatangkan dari Korea Selatan, Jepang dan China.


Sempat Meredup

Industri ini sempat meredup pada era 1970-an. Kala itu, beberapa negara seperti India, Bangladesh, Senegal, dan Filipina, mulai memproduksi komoditas sejenis.

Untungnya hal itu tidak terlalu lama. Pasar dunia akhirnya kembali menjatuhkan pilihan ke buatan Indonesia karena buatan negara lain dinilai tidak memuaskan, Misalnya konsumen Inggris menilai kualitas buatan Indonesia sangat baik karena halus.

Pasar dunia pun kembali mencari produk Indonesia karena kualitasnya memang jempolan dan seleranya mengikuti tren dunia. Era 1990-an, ekspor rambut palsu menjadi andalan terutama setelah beberapa pabrik berdiri di Purbalingga dan Sidoarjo.

Pabrik di Sidoarjo dengan cepat memenuhi selera konsumen rambut palsu dan bulu mata palsu di AS dan Afrika dengan merek Diva’s Wig yang digemari dunia itu.

Di Purbalingga, komoditi ini menarik perhatian beberapa investor dan mereka mulai menginvestasikan uangnya dalam bentuk Penanaman Modal Asing (PMA).

Kini ada sekitar 28 PMA di Purbalingga (sebagian besar dari Korea Selatan), selain puluhan home industry yang masih beroperasi. Bisnis ini menyerap sekitar 55.000 tenaga kerja.

”Ini adalah produk kebanggaan dari Purbalingga. Ternyata wig-wig ini diekspor dan merupakan produk yang luar biasa bahkan ini juga home industry,” ujar Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo beberapa waktu lalu sebagaimana dikutip dari laman Pemprov Jateng.

Salah satu perajin rambut palsu di Purbalingga, Riyanto, menyebutkan usahanya diturunkan orang tua dan kini kian berkembang. Pemasaran rambut sanggul yang diproduksi tidak hanya merambah daerah sekitar seperti Jakarta dan Surabaya, juga menembus pasar luar negeri.

Peraih rekor Muri 2003 sebagai pemrakarsa pembuatan sanggul terbesar dengan diameter 2,8 meter dan panjang 3 meter itu menjelaskan saat ini ada sekitar 1.500 usaha rumahan rambut palsu baik sanggul maupun wig.

Kendala yang mereka hadapi adalah pasokan bahan baku yang terbatas. Bahan baku beragam rambut palsu terdiri dari dua jenis, yaitu rambut asli seharga Rp900.000 per kilogram dan bahan baku sintesis. Bahan sintesis baru seharga Rp60.000 per kilogram sedangkan sintesis limbah Rp30.000 per kilogram.


Pengrajin Plasma

Industri komoditas ini di Purbalingga sedikit berbeda dengan di Sidoarjo. Jika di Sidoarjo semua pengelolaan bahan dan pengerjaan dikerjakan oleh pabrik, di Purbalingga sebagian pengerjaannya diserahkan ke perajin.

Misalnya pengumpulan dan klasifikasi bahan baku, pembersihan, dan pengerjaan awal. Sedangkan pengerjaan lanjutan seperti penentuan model, pembuatan gelombang (ikal atau lurus) dan pewarnaan dikerjakan di pabrik.

Kemudian untuk bulu mata, dimulai oleh perajin seperti menempelkan rambut pada seutas benang. Perajin yang bermitra dengan pabrik dan mengerjakan sebagian pekerjaan awal disebut perajin plasma.

Di pabrik, tidak semuanya dikerjakan dengan mesin karena beberapa bagian masih dikerjakan dengan tangan (handmade) oleh buruh pabrik. Inilah yang jadi pembeda rambut palsu Indonesia dan negara lainnya seperti China.

China yang kini menjadi pesaing utama karena pengerjaannya menggunakan mesin. Dengan mengandalkan mesin, jumlah rambut palsu buatan China jauh lebih banyak. Namun, urusan kualitas, rambut palsu Indonesia lebih unggul.

”Komoditi Indonesia ini menguasai sebagian besar kebutuhan dunia, khususnya Amerika Serikat, Eropa, Afrika dan Asia sendiri. Jika disisir lagi, selama 30 tahun terakhir ini perajin dan dan pabrikan Indonesia telah mengekspor kurang lebih ke 40 negara tujuan.”

Di pasar Asia, negara penyuka rambut dan bulu mata palsu produk Indonesia adalah Malaysia, Jepang, Arab, Thailand, Bangladesh, China, Singapura, dan Iran. Sedang negara Eropa yang menyukai rambut palsu Indonesia adalah Belanda dan Inggris. Sedangkan negara Afrika adalah Nigeria.

Nilai ekspor pun kian melonjak dari tahun ke tahun. Misalnya sejak 2013 rambut palsu menyumbang 30% dari ekspor kelompok handycraft senilai Rp9,7 triliun. Pada 2015 produk ini alami surplus sekitar Rp4,7 miliar dan menguasai sekitar 7,28% total ekspor dunia.


Sumber :
https://jeda.id/stories/kejayaan-rambut-palsu-indonesia-di-40-negara-3311

Wednesday, December 4, 2019

Dinaker Purbalingga Merasa Kecolongan, Masalah PT NVI Makin Banyak

Dinaker Purbalingga Merasa Kecolongan, Masalah PT NVI Makin Banyak, Gunakan Tenaga Kerja Asing Tanpa Izin

4 Desember, 2019

Setelah diberitakan beroperasi tanpa izin yang lengkap, kejanggalan lain yang berkaitan dengan PT Nina Venus Indonusa kembali terkuak. Kali ini setelah Dinas Tenaga Kerja (Dinaker) Kabupaten Purbalingga merasa kecolongan dengan beroperasinya perusahaan tersebut.

Masalah yang dimaksud adalah penggunaan tenaga kerja asing (TKA) yang tidak disertai izin sesuai prosedur. Selain itu, PT NVI juga dinilai tidak menjalankan wajib lapor ke Dinaker.

Pegawai Dinas Tenaga Kerja Jateng, Bidang Pengawas Tenga Kerja, Angkat Lujeng membenarkan hal ini. Menurutnya, pihaknya melakukan klarifikasi, ternyata PT Nina Venus Indonusa ini belum melaksanakan wajib lapor ke Dinas Tenaga Kerja. Padahal hal itu menjadi bagian yang wajib dilakukan oleh perusahaan ketika sudah beroperasi.

“Setelah kita klarifikasi di sana (PT NVI, red), masalah perizinan ranahnya kantor perizinan dan DLH, yang ada keterkaitan dengan kami adalah terkait UU ketenagakerjaan. Ternyata PT Nina belum melaksanakan wajib lapor sebagaimana UU 7 tahuh 81, wajib lapor ke dinas kami, kalau tidak dilaksanakan dalam waktu satu minggu ini kami langsung tindaklanjuti Tipiring,” kata Angkat, Selasa (3/12).

Selain masalah wajib lapor, diketahui juga kesalahan lain yakni terkait dengan Keselamatan kesehatan kerja yang juga belum ada sama sekali. Di antaranya, penangkal petir, jenset, dan hal-hal yang menyangkut instalasi. “Padahal, sebelum dioperasionalkan harus diperiksa, diuji, oleh pengawas spesialis atau pihak ketiga, itu belum dilaksanakan,” ujarnya.

Dia menambahkan, pengakuan dari manajemen, pekerja di PT NVI memang belum didaftarkan BPJS Ketenagakerjaan. Selain itu, ternyata ada TKA yakni Mr Pak. Saat dilihat data dan berkas-berkasnya, diketahui izin kerja Mr Pak itu ada di Sukabumi bukan di Purbalingga.

“Setelah saya minta datanya, memang adanya pelanggaran bahwa Mr Pak izin kerjanya di kabupaten dan Kota Sukabumi, ternyata yang bersangkutan kerja di Purbalingga. Sudah saya tegur, kita tidak mentolelir, saudara Mr Pak harus keluar dari Purbalingga,”katanya.

Saat klarifikasi, Angkat mengaku dibawa ke ruangan oleh Mr Kim. Mr Kim meminta untuk dibantu dalam membereskan kekurangan dan memberikan toleransi. “Mr Kim juga sempat minta tolong, saya dibawa ke ruang, minta dibantu, saya jawab tidak bisa. Sementara Mr Pak tidak bisa kerja di wilayah Purbalingga. Jadi dari aspek tenaga kerja, memang PT Nina sama sekali belum memenuhi aturan,” kata Angkat.

“Kita beri waktu 14 hari (untuk melengkapi persyaratan, red), itu SOP, harus bisa memenuhi. Termasuk TKA, tapi kalau TKA saya jamin waktunya habis, harus keluar dari Purbalingga,” kata Angkat.

Kalau ternyata 14 hari tidak selesai, maka akan dikeluarkan surat teguran kedua, yang batas waktunya 7 hari. Tetapi jika perpanjangan tujuh hari tetap tidak selesai, maka akan meningkat kita pada penyelidikan dan penyidikan. “Kalau tujuh hari belum juga selesi, maka kita tingkatkan lidik dan sidik. Kalau tenaga asing langsung, kita terbitkan surat peringatan. Selama melengkapi ini Mr Pak ini tidka boleh ada di Purbalingga,” katanya.

Sebelumnya dikabarkan, sejumlah personel dari Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Purbalingga mendatangi PT Nina Venus Indonesia (NVI), Kamis lalu. Kedatangan mereka didasari laporan warga terkait beroperasinya pabrik rambut palsu di Desa Kalikabong, Kecamatan Kalimanah meski dokumen perizinannya belum lengkap.

Kasi Dikduk Satpol PP Purbalingga, Sugeng Riyadi membenarkan kabar ini. Menurutnya, saat mendatangi PT NVI, ia ditemui oleh Rina, HRD perusahaan tersebut.  “Ketemu dengan Rina selaku HRD, hasil penjelasannya, 70 persen proses perizinan sudah dilalui,” kata Sugeng.

Meski demikian, perusahaan tersebut belum mengantongi dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL UPL). Padahal dokumen ini menjadi hal sangat penting dimiliki oleh perusahaan, karena terkait dengan dampak lingkungan.(min)


Dikira Milik Perusahaan Lain

Berkaitan dengan persoalan tenaga kerja, Kasi Pengupahan Dinas Tenaga Kerja Purbalingga, Purwanto menjelaskan, gedung PT Nina sebelumnya merupakan gedung PT Yuro. Sedangkan karyawan yang saat ini bekerja di PT Nina juga merupakan pekerja di PT Yuro.

“Itu dulu direkrut oleh PT Yuro, karena Yuro yang merekrut jadi kita pedoman kita itu masih karyawannya Yuro. Terkait dengan statusnya,apakah kontrak atau gimana nanti kita klarifikasi,” katanya.

Terkait dengan masa peralihan, apakah bertepatan dengan habisnya kontrak pekerja atau tidak, pihkanya belum mengkonfirmasikannya. Jika para karyawan PT Nina sudah beralih dari karyawan PT Yuro, maka PT Nina wajib memberikan laporan berupa berita acara. Diketahui, untuk PT Yuro ada sekitar 500 karyawan. Sedangkan yang dipekerjakan di PT Nina sekitar separuhnya.

“Kalau sudah peralihan yang sudah jelas resmi, kita minta juga statusnya, kalau habis kontrak gimana, kalau belum habis kontrak gimana, tapi dilimpahakan itu gimana, jadi nanti kita minta semacam berita acara. Secara regulasi kalau ada peralihan ada berita acara pelimpahan, sementara ini belum ada komunikasi dengan Dinaker,” kata Purwanto.

Dia menambahkan, untuk kondisi bangunan PT Nina memang belum 100 persen siap. Dikabarkan PT Nina akan launching pada bulan Januari 2020. Oleh karena itu, Dinaker meminta dipersiapkan semuanya secara administrasi dan status karyawannnya.

“Rupanya tempatnya belum 100 persen isap artinya belum semuanya. Oleh karena itu kita pesen pada saatnya per kapan PT Nina ini pindah atau berstatus PT kita minta berita acara, stausnya apa kita minta, belum semuanya karyawan pindah, karena ini peralihan,” katan


Sumber :
https://satelitpost.com/beritautama/dinaker-purbalingga-merasa-kecolongan-masalah-pt-nvi-makin-banyak-gunakan-tenaga-kerja-asing-tanpa-izin

Tuesday, December 3, 2019

Belum Kantongi Izin, PT. Nina Venus Indonusa Pekerjakan TKA Dengan Izin Kerja Bermasalah

Desember 3, 2019

Disinyalir belum mengantongi izin PT. Nina Venus Indonusa, salah satu perusahaan yang bergerak dibidang rambut palsu ( Wig ) di Kelurahan Kalikabong, Kecamatan Kalimanah Purbalingga sudah beroperasi.

Satwasker wilayah Banyumas, saat sidak ke perusahaan tersebut ( 2/11 ) mendapatkan beberapa temuan pelanggaran. Lujeng, Satwasker Wilayah Banyumas menyampaikan ” Sesuai dengan aduan masyarakat, yang mengatasnamakan LSM Incident Java Independent (IJI), bahwa ada indikasi pelanggaran pada PT. Nina Venus Indonusa. Kami sudah berkoordinasi dengan pihak Satpol PP, Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Purbalingga dan DPMPTSP Purbalingga”.

Luneng menerangkan, bahwa ada empat temuan pelanggaran saat sidak tersebut. Pertama, PT. Nina Venus Indonusa memang belum melaksanakan wajib lapor, sebagaimana UU nomor 7 tahun 1981. Kedua, terkait dengan K3 ( keamanan, kesehatan dan keslamatan kerja) juga belum ada sama sekali. Ketiga, informasi dari HRD yang di dampingi Mr. Kim ( owner) dan Mr. Park (TKA), bahwa 560 karyawan, belum diikutsertakan BPJS Ketenagakerjaan. Kemudian yang terakhir masalah adanya TKA ( Tenaga Kerja Asing ) atas nama Mr. Park. Setelah kita meminta datanya, memang ada pelanggaran, bahwa Mr. Park izin kerjanya itu di wilayah Kabupaten Sukabumi bukan Purbalingga. Sudah kita tegur dan kita tidak bisa mentolelir, harus keluar dari Purbalingga.

Terkait karyawan yang diduga adalah peralihan dari PT. Yuro Mustika, Kasi Pengupahan Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Purbalingga, Purwanto mengatakan, ” Normatifnya dulu direkrut oleh Yuro, jadi karena Yuro yang merekrut, kita pedomannya itu masih karyawan Yuro. Yang kedua, ini memang ada peralihan, terkait dengan peralihan, apakah ini bertepatan dengan habis kontrak apa engga, pada saatnya nanti kita konfirmasi, karena nanti pada saat peralihan resmi, itu kan nanti kita minta juga statusnya “.
Kepala DPMPTSP Kabupaten Purbalingga, Ato Susanto, saat di konfirmasi tentang izin PT. Nina Venus Indonusa melalui telepon seluler mengatakan, ” Dia kan mengurus lewat OSS, Tadi itu NIB sudah ada, tinggal beberapa komitmen belum terpenuhi semua. Itu otomatis, kalau komitmen itu terpenuhi, otomatis ijin usaha itu berlaku, jadi DPMPTSP itu tidak mengeluarkan izin, dia ngakses lewat OSS, setelah komitmen terpenuhi semua maka itu berlaku “.

Ketua APINDO Kabupaten Purbalingga, Rocky dalam kesempatannya ikut menanggapi, bahwa dirinya mendukung dengan adanya investor baru yang masuk di Purbalingga, akan tetapi aturan harus tetap di jalani.Dia menekankan pada satu hal, yaitu tentang ketersediaan tenaga kerja, masalahnya untuk area sekitar situ dalam radius 5 km sudah ada 5 Perusahaan dengan produksi sejenis.
Kasi Dikdak Satuan Polisi Pamong Praja ( Satpol PP) Kabupaten Purbalingga, Sugeng Riyadi memberikan konfirmasi melalui pesan singkat, ” pada prinsinya kita mendukung investasi, namun harus juga di penuhi persyaratannya. Hanya saja informasi yang saya dapat sedang dalam proses, sementara pengajuan ijin sekarang sudah memakai sistem OSS, jadi untk bisa mngetahui akses data itu hanya pihak pemohon, dan kami tekankan agar untuk secepatnya di selesaikan dengan ijin lingkungan salah stunya sebagai jembatan untuk permohonan ijin usaha”.

Prinsip, harus ditegakkannya aturan, LSM sebagai kontrol sosial mempunyai kewajiban mengingatkan pihak pihak yang terindikasi melanggar aturan, tentunya dengan ikut serta memberikan masukan pemikiran positif, kata Rasno, Ketua Umum LSM IJI.
Tugas Bangsa News mencoba meminta konfirmasi dari pihak PT. Nina Venus Indonusa, akan tetapi pihak Perusahaan melalui Satpam, Suwito menyampaikan, belum dapat dikonfirmasi karena masih banyak kesibukan.


Sumber :
https://www.tugasbangsanews.com/2019/12/03/belum-kantongi-izin-pt-nina-venus-indonusa-pekerjakan-tka-dengan-izin-kerja-bermasalah/