Pages

Monday, May 18, 2015

Pengusaha Korea Tertarik Dirikan Pabrik Boneka di Purbalingga

18 May 2015

REPUBLIKA.CO.ID, PURBALINGGA -- Wilayah Kabupaten Purbalingga, menjadi daerah yang menarik perhatian investor asal Korea Selatan. Terbukti, setelah beberapa pengusaha asal negeri tersebut menanamkan modalnya dengan mendirikan pabrik rambut palsu, ada lagi pengusaha asal negara tersebut yang tertarik mendirikan pabrik boneka di Purbalingga.

''Melihat iklim investasi di Purbalingga, kami memutuskan untuk berinvestasi mendirikan perusahaan industri boneka di sini,'' tutur Sungkono yang menjadi juru bicara rombongan pengusaha Korea, saat bertemu dengan Bupati Purbalingga Sukento Rido Marhendrianto di Pemkab Purbalingga, Senin (18/5).

Menurut Sungkono yang akrab disapa Gosung mengatakan, awalnya para pengusaha asal Korea Selatan ini akan mendirikan perusahaan boneka di Jepara. Namun setelah ditimbang-timbang, investor tersebut memilih mendirikan pabrik di Purbalingga. Bahkan saat ini, investor tersebut sudah mempunyai calon lokasi pabrik, yakni di Desa Jetis Kecamatan Kemangkon.

Terkait dengan aturan ketenagakerjaan, Gosung menyatakan pengusaha asal Korea tersebut akan menaati segala aturan yang berlaku, karena investor tersebut juga mempunyai perusahaan serupa di daerah industri di Bekasi. ''Kalau masalah aturan tenaga kerja, kami sudah paham,'' jelasnya.

Terkait dengan hadirnya investor  di Purbalingga. Bupati menyatakan seluruh jajaran birokrasi Pemkab Purbalingga pada prinsipnya bersikap terbuka terhadap hadirnya investor. Namun dia menegaskan, prinsip tersebut harus bergandengan dengan aspek teknis. ''Teknis disini juga berkaitan dengan legalitas. Yaitu legalitas teknis yang berkaitan dengan operasional,'' tuturnya.

Seperti dalam masalah  lahan pabrik, Bupati menyebutkan, pihak inverstor harus taat dengan aturan tata ruang kota (RTRK). Demikian juga dalam hal perizinan dan analisis dampak lingkungan (Amdal), calon investor harus memenuhi ketentuan ini.

''Yang tidak kalah pentingnya, keberadaan industri tersebut harus diterima masyarakat serta mempunyai komitmen terhadap pemerintah kabupaten (pemkab),'' jelasnya.

Komitmen kepada pemkab, menurutnya, bukan berarti pihak investor harus menyetorkan sejumlah uang pada aparat Pemkab. Namun investr, harus bersedia mendukung program-program pemerintah, seperti menaati aturan ketenagakerjaan, menghormati hak-hak pekerja,  kebebasan beragama, serta kebebasan melakukan ibadah dengan menyediakan tempat ibadah.

''Jadi, kondusifitas juga harus dijaga. Saya tidak ingin ada tenaga kerja (naker) yang melakukan demo, apalagi demo terkait dengan kesejahteraan baik upah, perlakuan, kalau itu semua dipenuhi, kami setuju,'' katanya.

Pengusaha Korea Tertarik Dirikan Pabrik Boneka di Purbalingga

Monday, 18 May 2015, 23:40 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, PURBALINGGA -- Wilayah Kabupaten Purbalingga, menjadi daerah yang menarik perhatian investor asal Korea Selatan. Terbukti, setelah beberapa pengusaha asal negeri tersebut menanamkan modalnya dengan mendirikan pabrik rambut palsu, ada lagi pengusaha asal negara tersebut yang tertarik mendirikan pabrik boneka di Purbalingga.

''Melihat iklim investasi di Purbalingga, kami memutuskan untuk berinvestasi mendirikan perusahaan industri boneka di sini,'' tutur Sungkono yang menjadi juru bicara rombongan pengusaha Korea, saat bertemu dengan Bupati Purbalingga Sukento Rido Marhendrianto di Pemkab Purbalingga, Senin (18/5).

Menurut Sungkono yang akrab disapa Gosung mengatakan, awalnya para pengusaha asal Korea Selatan ini akan mendirikan perusahaan boneka di Jepara. Namun setelah ditimbang-timbang, investor tersebut memilih mendirikan pabrik di Purbalingga. Bahkan saat ini, investor tersebut sudah mempunyai calon lokasi pabrik, yakni di Desa Jetis Kecamatan Kemangkon.

Terkait dengan aturan ketenagakerjaan, Gosung menyatakan pengusaha asal Korea tersebut akan menaati segala aturan yang berlaku, karena investor tersebut juga mempunyai perusahaan serupa di daerah industri di Bekasi. ''Kalau masalah aturan tenaga kerja, kami sudah paham,'' jelasnya.

Terkait dengan hadirnya investor  di Purbalingga. Bupati menyatakan seluruh jajaran birokrasi Pemkab Purbalingga pada prinsipnya bersikap terbuka terhadap hadirnya investor. Namun dia menegaskan, prinsip tersebut harus bergandengan dengan aspek teknis. ''Teknis disini juga berkaitan dengan legalitas. Yaitu legalitas teknis yang berkaitan dengan operasional,'' tuturnya.

Seperti dalam masalah  lahan pabrik, Bupati menyebutkan, pihak inverstor harus taat dengan aturan tata ruang kota (RTRK). Demikian juga dalam hal perizinan dan analisis dampak lingkungan (Amdal), calon investor harus memenuhi ketentuan ini.

''Yang tidak kalah pentingnya, keberadaan industri tersebut harus diterima masyarakat serta mempunyai komitmen terhadap pemerintah kabupaten (pemkab),'' jelasnya.

Komitmen kepada pemkab, menurutnya, bukan berarti pihak investor harus menyetorkan sejumlah uang pada aparat Pemkab. Namun investr, harus bersedia mendukung program-program pemerintah, seperti menaati aturan ketenagakerjaan, menghormati hak-hak pekerja,  kebebasan beragama, serta kebebasan melakukan ibadah dengan menyediakan tempat ibadah.

''Jadi, kondusifitas juga harus dijaga. Saya tidak ingin ada tenaga kerja (naker) yang melakukan demo, apalagi demo terkait dengan kesejahteraan baik upah, perlakuan, kalau itu semua dipenuhi, kami setuju,'' katanya.

Wednesday, May 6, 2015

Puluhan Eks Karyawan PT Yuro Geruduk Dinsosnakertrans

6 May 2015

https://radarbanyumas.co.id/puluhan-eks-karyawan-pt-yuro-geruduk-dinsosnakertrans/


PURBALINGGA- Aksi puluhan eks karyawan PT Yuro Mustika Purbalingga, kembali terjadi, Selasa (5/5). Mereka menggeruduk Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Purbalingga. Eks karyawan yang didominasi perempuan itu meminta dinas untuk memfasilitasi kembali hak pesangon mereka dari PT Yuro yang dinilai belum sesuai aturan.

Mereka ingin mendapatkan pesangon yang layak, karena mereka merasa di-PHK per Januari 2015 lalu oleh perusahaan. Namun yang terjadi, mereka hanya dianggap mengundurkan diri dari perusahaan. Pesangon senilai Rp 6 juta hingga Rp 10 juta  yang sudah diterima sekitar 20 karyawan itu dinilai belum layak.

“Saat ini kami hanya mendapatkan tali asih yang dibayarkan bertahap. Dari 63 eks karyawan, baru 20 yang menerima. Padahal sesuai aturan yang ada, jika di-PHK, pesangon yang diterima berkisar Rp 19 juta atau lebih, tergantung masa kerja dan lainnya.

Perwakilan eks karyawan, Suwarti mengatakan, ada karyawan yang sudah bekerja hingga 22 tahun, namun hanya mendapatkan tali asih Rp 9,4 juta. Padahal sesuai undang-undang jika masa kerja lebih dari 20 tahun mendapatkan pesangon Rp 19 juta.

“Perlu ditegaskan, kami di sini tidak bermaksud menjelekkan nama PT Yuro. Kami hanya meminta agar mendapatkan hak pesangon karena telah diberhentikan kerja (PHK) oleh perusahaan,” katanya.
Rombongan itu diterima Kepala Dinsosnakertrans. Dalam mediasi, mereka tetap meminta pesangon layaknya PHK, bukan bekas karyawan yang mengundurkan diri. Mereka mengaku, surat pernyataan pengunduran diri itu berbeda dengan yang mereka tandatangani ketika itu. Dengan kata lain, ada dugaan pemalsuan surat.

“Kami meminta hak PHK, bukan dianggap mengundurkan diri. Dinas seharusnya bisa memfasilitasi kami dengan perusahaan agar persoalan ini bisa selesai,” kata Sugiarti, perwakilan lainnya.
Saat mediasi, Kepala Dinsosnakertrans Purbalingga, Ngudiarto SH mengaku sudah berkoordiinasi dengan manajemen pabrik. Sebenarnya pabrik siap merampungkan tali asih itu. Sedangkan opsi lainnya yaitu akan mengupayakan agar sisa eks karyawan yang belum menerima tali asih akan diupayakan agar hutang mereka yang rata- rata 400 ribu ke pabrik dianggap lunas tanpa mengurangi tali asih itu.

“Kepada kami, PT Yuro mengaku siap menerima kembali eks karyawan itu. Dalam waktu tunggu atas sengketa sampai Maret kemarin tetap akan dihitung upahnya. Namun karyawan itu kabarnya menolak tawaran itu. Kami tidak bisa memberikan sanksi ke PT Yuro, karena secara administratif pabrik sudah menjalankan prosedur memberikan tali asih itu,” rincinya.

Sedangkan soal dugaan adanya pemalsuan dokumen surat pengunduran diri, ia mempersilakan eks karyawan itu menempuh jalur hukum. “Untuk urusan surat itu palsu tau tidak, itu bukan ranah kami,” tegasnya.

Ketua Komisi III DPRD Purbalingga, Ahmad Sa’bani mengatakan, dewan sudah menyampaikan  rekomendasi kepada bupati. Dewan meminta agar bupati segera menyelesaikan persoalan ini. “Kami meminta pemerintah melalui dinas agar bisa menyelesaikan dan menuntaskan persoalan ini,” tegasnya. (amr/bdg)

Friday, May 1, 2015

Penderes dan Pengidep, Pekerja dari Keluarga Miskin Purbalingga

1 Mei 2015

Film dokumenter dengan pendekatan observasional karya murid SMA ini merekam aktivitas dua pekerja dari keluarga miskin Purbalingga. Muvila.com –

Kata 'buruh' bukan cuma mewakili para pekerja pabrik, tapi semua pekerja, baik pekerja kerah putih maupun pekerja kerah biru. Sebutan 'pekerja' juga bukan hanya mewakili mereka yang mencari uang untuk melanjutkan hidup di bawah atap, institusi pemerintah, perusahaan atau institusi bisnis.

Suwitno dan Suwini juga adalah pekerja. Pasangan suami-istri ini adalah subjek utama Penderes dan Pengidep, film dokumenter pendek karya Achmad Ulfi.Muvila.com –

Demi menyambung hidup sehari-hari mereka dan ketiga anaknya, setiap pagi dan sore Suwitno harus memanjat 21 pohon kelapa yang disewanya untuk mengambil air nira, bahan baku gula merah. Sebutan untuk kerja yang dilakukan Suwitno ini adalah penderes. Istrinya, Suwini, menyambi kerja di rumah dengan mengidep, yakni membuat bulu mata palsu, sembari menjadi ibu rumah tangga. Itulah rutinitas pekerjaan mereka. Pekerjaan yang sebenarnya tidak memberikan mereka penghasilan yang cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Muvila.com –

Tapi, mereka tidak punya pilihan. Inilah salah satu gambaran kehidupan masyarakat dari kelas ekonomi bawah di Indonesia. Suwitno dan Suwini bersama tiga anak mereka yang masih cilik (Juli, Elma, Khayan) merupakan warga Desa Candiwulan, Kutasari, Purbalingga di Jawa Tengah. Achmad Ulfi, sang sutradara yang masih duduk di kelas 12 SMA Kutasari Purbalingga itu, merekam aktivitas kehidupan keluarga kecil ini sampai ke sudut-sudut privat di dalam rumah.Muvila.com –

Suwitno dan Suwini dan ketiga anaknya seperti sudah tak merasakan lagi kehadiran kamera yang terus mengikuti mereka setiap hari. Maka, kamera yang dioperasikan Lutfi Utami berhasil menangkap beragam ekspresi anggota keluarga ini plus kesulitan-kesulitan hidup mereka. Mulai dari menanti jatah Raskin (Beras untuk Rumah Tangga Miskin) yang tak kunjung datang, utang yang belum lunas, tagihan tukang kredit, harga gula merah yang tak rendah, hingga Khayan yang terus merengek minta uang untuk jajan.

Muvila.com –
INDUSTRI BULU MATA PALSU

Ketika Penderes dan Pengidep diputar di program Pop Up Cinema JiFFest 2014 pada November tahun lalu, Asep Triyatno, penggiat Community Lovers Community (CLC) Purbalingga, menuturkan realitas yang tengah terjadi di kalangan masyarakat kelas ekonomi bawah Purbalingga saat ini.

Menurutnya, industri pengolahan bulu untuk kecantikan (bulu mata atau rambut palsu) di Purbalingga memang tengah berkembang pesat. Para pengrajinnya adalah kalangan perempuan.Muvila.com –

Namun, kondisi ini justru menimbulkan fenomena baru secara sosial, yakni para ibu erbondong-bondong bekerja di pabrik bulu mata dan menitipkan pengasuhan anaknya kepada neneknya. Penggalan gambaran tentang para ibu yang bekerja di pabrik bulu mata ini sempat direkam oleh Achmad Ulfi dan Lutfi Utami. Bahkan, lanjut Asep, ada juga keluarga yang jadi menggantungkan penghidupannya pada pekerjaan ibu saja.Muvila.com –

"Ternyata, sekarang itu berkaitan dengan tingkat perceraian di Purbalingga yang naik. Jadi banyak perempuan yang menggugat cerai karena suaminya nggak kerja, lebih milih mancing...Jadi, kalau dibilang Purbalingga maju di industri bulu itu, ya maju, banyak lapangan kerja. Tapi, mungkin efeknya sangat panjang," kata Asep, yang mendampingi Achmad Ulfi dalam pembuatan film Penderes dan Pengidep.

Muvila.com –
MENANG APRESIASI FILM INDONESIA 2014

Selama sekitar 15 menit, Penderes dan Pengidep menyajikan sebuah dokumenter observasional. Inilah film dokumenter di mana si pembuat film benar-benar masuk ke dalam kehidupan subjek cerita dan merekam dengan seada-adanya tanpa perlu lagi dijejali suara narator. Dalam lazimnya pembuatan dokumenter observasional, si pembuat film harus sudah dekat secara hubungan sosial dan emosional dengan subjek cerita, sehingga ia tak canggung lagi dengan kehadiran kamera.Muvila.com –

Dalam Penderes dan Pengidep, kecanggungan terhadap kamera menjadi absen, karena Suwitno dan Suwini ternyata adalah masih tetangga Achmad Ulfi. Walhasil, secara keseluruhan, film dokumenter pendek ini dinilai berhasil dalam mengemas persoalan masyarakat lokal dengan bahasa tutur yang tidak cerewet. Karena alasan itulah, Penderes dan Pengidep diganjar Piala Dewantara kategori Apresiasi Film Independen Pelajar Terbaik dalam Apresiasi Film Indonesia (AFI) 2014 yang dihelat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Muvila.com –

Selain memenangkan Piala Dewantara, Penderes dan Pengidep juga sudah menyabet penghargaan lain. Antara lain, Film Dokumenter Pelajar Terbaik Malang Film Festival 2014; Tata Suara Terbaik, Sinematografi Terbaik, Ide Film Terbaik, Penyutradaraan Terbaik, dan Film Dokumenter Terbaik di Madyapadma 2014; Film Dokumenter Favorit Penonton Festival Film Purbalingga 2014; dan menjadi nomine dokumenter Festival Film Dieng 2014.